NURFITRIANA: 2012

Kamis, 21 Juni 2012

URGENSI PENGELOLAAN SUMBERDAYA PESISIR DAN LAUT

1 komentar
         Indonesia merupakan negara kepulauan yang memiliki 17.508 pulau dengan panjang garis pantai 81.000 km, Sebagai negara kepulauan, wilayah pesisir dimiliki oleh seluruh propinsi yang ada di Indonesia. Luas wilayah pesisir yang dimiliki Indonesia sangatlah luas yaitu dua pertiga dari luas daratan dan garis pantainya 95.161 km atau terpanjang kedua di dunia yang kaya dengan sumberdaya hayati dan jasa-jasa lingkungan. 
Meskipun kaya dengan sumber daya alam dan jasa-jasa lingkungan, namun wilayah pesisir dan laut Indonesia masih belum dapat di manfaatkan secara optimal. Selain belum bisa dimanfaatkan secara optimal saat ini muncul gejala yang kurang baik, yaitu adanya cara-cara pemanfaatan yang membahayakan keberlanjutan sumberdaya pesisir dan laut. Lajunya pertumbuhan penduduk dan pembangunan yang sangat pesat di wilayah pesisir menambah tekanan terhadap ekosistem pesisir dan laut. Kekurang mampuan mengelola secara berkelanjutan tersebut antara lain dipicu oleh kurang diperhatikannya prinsip-prinsip pembangunan terpadu dan berkelanjutan  dalam kegiatan  pemanfaatan sumberdaya pesisir dan laut.
Banyak kegiatan pemanfaatan cendrung bersifat ekstraktif yang didominasi oleh kepentingan atau pertimbangan ekonomi saja, salah satu contohnya Beberapa wilayah hutan bakau atau mangrove yang gundul cukup parah, antara lain di pinggiran pantai sejumlah pulau di Kabupaten Bengkalis, Meranti, dan Kota Dumai,  disebabkan maraknya pembalakan dari warga sekitar dengan tidak melakukan penanaman kembali. Contoh kasus lainnya yaitu degrasi wilayah pesisir Bantan. Kecendrungan degradasi ini ditandai dengan meningkatnya kerusakan habitat mangrove dan estuaria, dan perubahan garis pantai yang diakibatkan oleh abrasi maupun erosi. Hal ini pernah ditegaskan Prof Dr Ir Usman Muhammad Tang MS saat memaparkan  hasil kajiannya bersama tim investigasi dari Universitas Riau (UR) dihadapan tim pengelolaan sumberdaya wilayah pesisir, Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Riau.
Prof Dr Ir Usman Muhammad Tang MS yang juga sebagai Kepala Lembaga Penelitian (Lemlit) UR, mengatakan bahwa degradasi wilayah pesisir dan pantai ini dipicu oleh adanya aktivitas manusia, baik secara langsung maupun tidak langsung. Sehingga apabila terjadi gangguan terhadap kondisi lingkungan maupun kondisi fisik wilayah pesisir tersebut, maka secara langsung akan mempengaruhi semua sektor yang berada di wilayah pesisir itu.
Setiap munculnya masalah dalam wilayah pesisir seperti kasus yang diceritakan diatas, selalu ada dua hal yang dilakukan untuk menyelesaikannya, yaitu seminar dan penelitian. Berhubung seringnya kedua hal ini dilakukan, muncul lah anekdot tentang dua ekor kutu yang bertemu dibulan, yaitu kutu Amerika Serikat dan kutu Indonesia. Kisahnya bermula dari kutu Indonesia saat bertanya kepada kutu Amerika Serikat, ‘’ Bagaimana kamu bisa sampai ke Bulan?’’ kutu Amerika menjawab dengan tenang sambil menjawab, ‘’ Sangat kebetulan, saya masuk kedalam celah buku yang ternyata milik astronot yang dibawa kebulan.’’ Setelah itu, kutu Amerika balik bertanya, ‘’ Kalau kamu bagaimana bisa sampai kebulan?’’ kutu Indonesia menjawab,’’ Mudah saja, saya meniti tumpukan kertas hasil seminar dan penelitian yang tingginya mencapai bulan’’. Mendengar jawaban itu sontak kutu Amerika tertawa terbahak-bahak.
Anekdot tersebut menyindir ketidakefektifan upaya penanganan masalah pembangunan wilayah pesisir selama ini. Hal ini menyebabkan meningkatnya ketidakpuasan berbagai pihak terhadap perguruan tinggi yang selama ini diharapkan dapat memberi alternatif dalam penyelesaian masalah pembangunan.
Sebenarnya pembangunan  wilayah pesisir dan laut menghendaki adanya kerja sama dari para pihak pembangunan dikawasan pesisir dan laut, yaitu pemerintah pusat dan daerah, pengusaha, masyarakat pesisir, dan lembaga swadaya masyarakat. Pembangunan wilayah pesisir juga menghendaki adanya keterpaduan pendekatan, sebab pengelolaan wilayah dan beragamnya sumberdaya yang mengisyaratkan betapa pentingnya pengelolaan secara terpadu.
Pengelolaan wilayah pesisir dan laut secara terpadu di Indonesia ditujukan agar kegiatan pemanfaatan sumberdaya alam dan jasa-jasa lingkungan pesisir dan laut dilakukan melalui penilaian secara menyuluruh, perencanaan tujuan dan sasaran, dan pengelolaan segenap kegiatan pemanfaatannya guna mencapai hasil pembangunan yang optimal dan berkelanjutan. Perencanaan dan pengelolaan wilayah pesisir dilakukan secara kontinyu dan dinamis dengan mempertimbangkan aspek ekologi, sosial, ekonomi, kelembagaan, sarana wilayah, dan aspirasi masyarakat pengguna wilayah pesisir, serta konflik kepentingan dan pemanfaatan yang mungkin ada.




Faktor-faktor penyebab Distribusi Organisme dan Keanekaragaman Popolasi Di Daerah Intertidal

0 komentar


Zona intertidal adalah zona littoral yang secara reguler terkena pasang surut air laut, tingginya adalah dari pasang tertinggi hingga pasang terendah.  Didalam wilayah intertidal terbentuk banyak tebing-tebing, cerukan, dan gua, yang merupakan habitat yang sangat mengakomodasi organisme sedimenter.  Morfologi di zona intertidal ini mencakup tebing berbatu, pantai pasir, dan tanah basah / wetlands.
Keragaman faktor lingkungannya dapat dilihat dari perbedaan (gradient) dari faktor lingkungan secara fisik mempengaruhi terbentuknya tipe atau karakteristik komunitas biota serta habitatnya. Sejumlah besar gradien ekologi dapat terlihat pada wilayah intertidal yang dapat berupa daerah pantai berpasir, berbatu maupun estuari dengan substrat berlumpur. Perbedaan pada seluruh tipe pantai ini dapat dipahami melalui parameter fisika dan biologi lingkungan yang dipusatkan pada perubahan utamanya serta hubungan antara komponen biotik (parameter fisika-kimia lingkungan) dan komponen abiotik (seluruh komponen makhluk atau organisme) yang berasosiasi di dalamnya. Dari keregaman factor tersebut maka dibutuhkan suatu adaptasi khusus yang harus dimiliki oleh biota yang berada pada daerah intertidal untuk dapat terus bertahan dalam kondisi lingkungan yang cukup ekstrim dimana beberapa parameter lingkungan seperti suhu, salinitas, kadar oksigen, dan habitat dapat berubah secara signifikan.
Faktor Penyebab Distribusi Zonasi Pada Daerah Intertidal  ada berbagai faktor yang menyebabkan adanya berbagai macam distribusi pada daerah intertidal. Pada dasarnya faktor tersebut dibagi menjadi dua bagian besar yang saling terkait yaitu:
 1. Faktor fisika. Faktor ini merupakan faktor yang sangat berpengaruh pada ekosistem intertidal. Akibat adanya pasang surut maka menyebabkan faktor pembatas pada daerah ini menjadi lebih ekstrim. Faktor pembatas tersebut yaitu kekeringan, suhu, dan sinar matahari ketiga faktor tersbeut saling terkait. Jika laut surut maka daerah intertidal terekspose oleh sinar matahari, akibatnya suhu meningkat. Suhu yang meningkat menyebabkan penguapan dan dampaknya daerah menjadi kering.
2. Faktor biologis. Faktor ini sangat tergantung dari faktor fisik perairan. Organisme berusaha untuk menyesuaikan diri pada keadaan yang sangat ekstrim tersebut. Ada berbagai macam cara organisme menyesuaikan diri salah satunya dengan mengubur diri atau memodifikasi bentuk cangkang agar dapat hidup pada derah yang kering.

Ekologi  Zona Intertidal
Daerah pasang surut adalah sistem model penting untuk studi ekologi, khususnya di pantai berbatu gelombang-menyapu. Wilayah ini berisi keanekaragaman spesies yang tinggi, dan zonasi diciptakan oleh pasang surut menyebabkan spesies berkisar untuk dimampatkan menjadi band yang sangat sempit. Hal ini membuat relatif sederhana untuk mempelajari spesies di seluruh rentang lintas-pantai mereka, sesuatu yang bisa sangat sulit, misalnya, habitat darat yang dapat meregang ribuan kilometer. Masyarakat di pantai yang tersapu gelombang juga memiliki perputaran yang tinggi akibat gangguan, sehingga mungkin untuk menonton suksesi ekologi selama beberapa tahun daripada dekade.
Karena tepi pantai ini bergantian tertutup oleh laut dan terkena udara, organisme hidup di lingkungan ini harus memiliki adaptions baik untuk kondisi basah dan kering. Bahaya termasuk menjadi hancur atau terbawa oleh gelombang kasar, paparan suhu sangat tinggi, dan pengeringan. Khas penduduk pantai berbatu pasang surut termasuk bulu babi, anemon laut, teritip, chitons, kepiting, isopoda, kerang, bintang laut, dan moluska banyak gastropoda laut seperti limpets, whelks, dan bahkan gurita.
Lautan mengandung sumber – sumber mineral yang jumlahnya sangat berlimpah. Air laut sendiri banyak mengandung zat – zat yang terlarut di dalamnya yang merupakan sumber alam yang pertama kali dikelola oleh manusia. Beberapa metode telah dikembangkan dalam mengelola lautan, sehingga pada waktu ini dapat dilakukan pengekstrakan bermacam – macam zat kimia dari air laut. Sodium chlorida (NaCl) adalah ekstarakan dari air laut yang paling besar, biasanya digunakan pada perusahaan – perusahaan kimia dalam memproduksi klorida dan sodium hidroksida. Magnesium dan bahan bromin adalah bahan lain yang terdapat dalam air laut yang mempunyai nilai ekonomi penting (Hutabarat dan Evans, 1985).
Air laut selalu dalam keadaan bergerak. Gerakan air laut disebabkan oleh beberapa faktor, seperti angin yang menghembus di atas permukaan laut, pengadukan yang terjadi karena perbedaan suhu air dari dua lapisan, perbedaan tinggi permukaan laut, pasang surut dan lain – lain. Gerakan air laut ini sangat penting bagi berbagai proses kehidupan di laut, baik itu biologi datau hayati maupun non biologi atau nir hayati (Romimohtarto dan Juwana, 2001).
Faktor-faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan nematoda interstitial sebagai hewan bentos adalah :

1. Parameter Fisika
1.1 Suhu
Suhu di laut adalah sala satu faktor yang amat penting bagi kehidupan organisme di lautan karena suhu mempengaruhi baik aktivitas metabolisme maupun perkembangbiakan dari organisme – organisme tersebut (Hutabarat dan Evans, 1985). Kecepatan dari metabolisme pada kondisi poikilotermal sangat bergantung pada suhu. Menurut Vinberg (1956) penggunaan oksigen oleh ikan merupakan indeks dari metabolismenya dan telah ditemukan hubungan antara temperatur dan suhu pada kurva normal oleh knogh (Alabaster, 1996).
1.2  Kecerahan
Kecerahan adalah sebagian cahaya yang diteruskan ke dalam air dan dinyatakan dalam persen (%) dari beberapa panjang gelombang di daerah spektrum yang terlihat cahaya yang melalui lapisan sekitar satu meter, jatuh agak lurus pada permukaan air. Kemampuan cahaya matahari untuk menembus sampai pada dasar perairan dipengaruhi oleh kekeruhan air, kekeruhan air sendiri dipengaruhi oleh benda – benda halus yang disuspensikan, seperti lumpur dan jasad renik serta warna air (Ghuffran, 2007).
Bagi hewan laut, cahaya mempunyai pengaruh terbesar secara tidak langsung, yakni sebagai sumber energi untuk proses fotosintesis tumbuh – tumbuhan yang menjadi tumpuan hidup mereka karena menjadi sumber makanan. Cahaya juga merupakan faktor penting dalam hubungan dengan perpindahan populasi hewan laut (Romimohtarto dan Juwana, 2001).
1.3  Pasang Surut
Pasang surut terjadi partama – tama karena gaya tarik bulan. Bumi berputar bersama kolam air dipermukaannya dan menghasilkan dua kali pasang surut dalam 24 jam di banyak tempat di bumi. Berbagai pola gerakan pasang surut ini terjadi karen perbedaan bentuk dasar laut oleh karena banyak hal lain lagi. Gaya tarik serupa terjadinya oleh matahari, namun masih tidak sebanding dengan gaya tarik yang disebabkan oleh bulan (Romimohtarto dan Juwana, 2001).
Pasang surut adalah naik atau turunnya posisi permukaan perairan atau samudera yang disebabkan oleh pengaruh gaya gravitasi bulan dan matahari (Anonymous, 2009)
1.4 Gelombang
Gelombang selalu menimbulkan sebuah ayunan air yang bergerak tanpa henti – hentinya pada lapisan permukaan laut dan jarang dalam keadaan sama sekali diam. Hembusan angin sepoi – sepoi pada cuaca yang terang sekalipun sudah cukup untuk dapat menimbulkan riak gelombang. Sebaliknya dalam keadaan dimana terjadi abdai yang besar dapat menimbulkan suatu gelombang besar yang dapat mengakibatkan suatu kerusakan hebat pada kapal – kapal (daerah – daerah pantai) (Hutabarat dan Evans, 1985).
Gelombang sebagian ditimbulkan oleh dorongan angin permukaan laut dan sebagian lagi oleh tekanan tangensial pada partikel air. Angin yang bertipu dipermukaan laut mula – mula menimbulkan riak gelombang. Jika kemudian angin berhenti bertiup maka riak gelombang akan hilang dan permukaan laut akan rata kembali (Romimohtarto dan Juwana, 2001).

2.3 Parameter Kimia
2.3.1 PH

PH (Pursance negatif de H) yaitu logaritma dari kepekaan ion – ion Hidrogen yang terlepas dalam suatu cairan air murni (H2O) berasosiasi sempurna sehingga memiliki ion H+ dan ion H- dalam konsentrasi yang sama, dan dalam keadaan demikian PH air murni = 7. semakin tinggi konsentrasi ion H+ akan semakin rendah konsentrasi ion OH- dan pH <>2 biasanya mempunyai pH lebih rendah dari 7 dan bersifat asam (Ghuffran, 2007).
Perairan dengan pH <> 9,5 merupakan perairan yang sangat basa dan dapat menyebabkan kematian dan mengurangi produktivitas perairan. Perairan laut maupun pesisir memiliki pH relatif stabil antara 7,7 – 8,4. pH dipengaruhi oleh kapasitas buffer yaitu adanya garam – garam karbonat dan bikarbonat yang dikandungnya (Boyd, 1982).

2.3.2 Salinitas
Salinitas adalah konsentrasi seluruh larutan garam yang diperoleh di dalam air laut. Konsentrasi garam – garam jumlahnya relatif sama dengan dalam setiap contoh air atau air laut. Salinitas air dipengaruhi terhadap tekanan osmotik air. Semakin tinggi salinitas , akan semakin besar pula tekanan osmotiknya sedangkan pada lingkungan akan seimbang (isoosmotik) pada salinitas 28 ppt (Ghuffran, 2007).
Sifat osmotik dari air laut berasal dari seluruh jumlah garam – garaman yang ada di laut. Cara yang paling mudah untuk mengukur salinitas yaitu dengan menggunakan refraktometer berkalibrasi yang dibaca sebagai salinitas atau hidrometer berkalibrasi yang dibaca standard dan mengadakan koreksi untuk suhu air yang sebenarnya. Metode ini kurang teliti daripada titrasi, tetapi memadai untuk banyak tujuan (Mc Connaughey dan Zottoli, 1983).

2.3.3 DO
Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat penting di dalam ekosistem air, terutama sekali dibutuhkan untuk proses respirasi bagi sebagian besar organisme air. Umumnya kelarutan oksigen dalam air sangat terbatas dibandingkan dengan kadar oksigen di udara yang mempunyai konsentrasi sebanyak 21 % Volum, air hanya mampu menyerap oksigen sebanyak 1 % volume saja (Nybakken, 1988).
Konsentrasi oksigen terlarut yang aman bagi kehidupan di perairan, sebaiknya harus di atas titik kritis dan tidak terdapat bahan lain yang bersifat racun, konsentrasi oksigen minimum sebesar 2 mg/l cukup memadai untuk menunjang secara normal komunitas akuatik di perairan (Pescod, 1973).
Faktor-faktor lain selainyang telah disebutkan di atas yaitu : adanya substrat yang berbeda-beda yaitu, pasir, batu dan lumpur menyebabakan perbedaan fauna dan struktur komunitas di daerah intertidal.seperti pantai intertidal berbatu, pantai pasir juga disusun oleh faktor-faktor fisik yang sama, tetapi kepentingan relatif dari faktir faktor ini adalah dalam menyusun kominitas dan pengaruhnya terhadap substrat yang berbeda. Mungkin faktor fisik yang paling penting yang mengatur kehidupan di pantai pasir ini adalah gerakan ombak dan pengaruh yang menyertainya pada ukuran partikel ( Nybkken, 1988 ).

Jenis-jenis biota yang hidup di Zona Intertidal :


Pantai berbatu
Pantai berpasir
Pantai berlumpur
Upper zone
Alga yang menjalar
Cyanobacteria (bakteri hijau biru)
cacing kecil,
periwinkles, kepiting, rajungan
Scylla olivacea, Scylla serrata dan Scylla paramamosain dimana Scylla olivacea
nematoda dan oligochaetes
Middle zone
Bernakel, Kerang
terkadang tiram, bintang laut, mussels, kepiting, bernacles, isopods, Mata Kebo (Turbo brunnes), Cephalopoda (cumi-cumi, gurita dan notilus), Bivalvia (kijing, tiram dan kepah), Crustacea, nekton
Scaphopoda (keong gading), Crustacea, Cacing policaeta, bivalva, Donax sp. Mytilus edulis,
Harpacticoid copepoda, mystacocarid, nematoda, oligochaetes dan turbelaria
lower zone
alga merah, organisme penghasil kapur, kebanyakan berbentuk menjalar, terkadang kelp yang lebat (alga coklat) tunicata (sea squirt), Chiton, lely laut, Asterias asterina, sun star, Brittle star (Ophiura), bulu babi(stongylocentrotus, nekton
ikan badut, ikan lepu, ikan barakuda, ikan baronang, botana, Kepe strip delapan, Kepe coklat,kepe monyong zebra, kambingan, Platak asli, Brown Kelly, Brajanata, keling kalong, Kenari biasa, Kerapu layar, Dokter ular bibir merah, Dokter neon, Zebra ekor hitam, Bluester Biasa, Betok , Enhalus acoroides, Halophila ovalis, Halophila minor, Thalassia hemprichii, Cymodocea serrulata, Syringodium isoetifolium.
40-70%, nematoda dan crustacea,nekton




Penguatan Kelembagaan Perikanan Petani Budidaya (Studi Kasus: Desa Kuta Baru Kab.Serdang bedagei Prov.Sumatra Utara)))

0 komentar

PENDAHULUAN

Desa Kuta Baru merupakan salah satu desa yang terdapat di kabupaten Serdang Bedagei. Secara geografis, untuk sebelah utara Desa Kuta Baru berbatasan langsung dengan Desa Paya Lombang, sebelah selatan berbatasan dengan Desa Penggalangan. Sebelah barat berbatasan dengan Desa Paya Lombang, dan sebelah timur berbatasan dengan PT PN 3 Rambutan. Secara umum gambaran fisik Desa Kuta Baru Kecamatan Tebing Tinggi terdiri dari perkebunan, persawahan dan  terdapat aliran sungai-sungai kecil.
Luas Desa Kuta Baru seluruhnya adalah 600,5 Ha, dan yang dijadikan tempat pemukiman adalah 30 Ha. Perkuburan seluas 0,5 Ha, dan untuk ladang/tegalan adalah 207 Ha, selain itu juga dijadikan untuk areal persawahan dimana terdapat irigasi ½ teknis seluas 250 Ha dan irigasi sederhana seluas 100 Ha.
Adapun Jumlah penduduk yang tinggal di Desa Kuta Baru adalah berjumlah 4356 jiwa (1199 Kepala Keluarga),dengan komposisi menurut gender yaitu  2184 jiwa untuk laki-laki,sedangkan yang perempuan 2172 jiwa. Agama  yang dianut oleh masyarakat Desa Kuta Baru 99% (4344 orang) beragama muslim dan 1% (12 orang) beragama kristen protestan. Masyarakatnya secara umum bermata pencaharian sebagai petani sawah,sektor buruh/perkebunan dan sebahagian kecilnya berprofesi sebagai petani ikan. Desa ini memiliki potensi perikanan perairan tawar yang cukup besar untuk usaha perikanan perairan tawar berupa kolam.
Sarana dan prasarana yang terdapat di Desa Kuta Baru telah mendukung aktifitas  masyarakat. Beberapa fasilitas tersebut seperti terdapat kantor kepala desa untuk mendapatkan informasi, sumber energi  listrik dari PLN. Akses menuju desa pun sudah bagus dibuktikan dengan jalan aspal sepanjang jalan utama dan jalan aspal macadam sepanjang jalan dusun. Fasilitas Pendidikan yang tersedia hanya ada 1 SDN saja. Untuk tempat Peribadatan terdapat 3 mesjid dan 1 mushollah.
Kegiatan perikanan yang dilakukan warga Desa Kuta Baru hanya baru ada 1 kegiatan perikanan yaitu  budidaya pembesaran ikan lele dumbo dalam kolam-kolam.Sedangkan untuk kegiatan berupa pembenihan dan pengolahan masih belum dilakukan.

Kelembagaan Pelaku Usaha
Penguatan kelembagaan usaha di Desa Kuta Baru ini mempunyai peranan yang sangat penting dalma perkembangan usaha. Kelembagaan pelaku usaha yang  terkait dengan budidaya ikan di Desa Kuta Baru sudah terbentuk berupa kelompok pembudidaya ikan, di desa tersebut terdapat 16 kelompok pembudidaya ikan, dan jenis ikan yang di budidayakan adalah ikan lele ( Clarias gariepinus). Untuk kelompok yang menjadi responden yaitu kelompok pembudidaya ikan Lele “Selancar”, yang beranggotakan 11 orang yang berasal dari masyarakat desa tersebut, dan diketuai oleh Sugioyono, kelompok ini mempunyai lahan budidaya seluas 75,2 hektar, dan 40 kolam pembesaran ikan. Latar belakang dibentuknya kelembagaan ini didasari dengan upaya untuk meningkatkan kesejahteraan dan berfungsi sebagai wadah bagi petani pembudidaya untuk mencapai suatu tujuan yang ditetapkan secara bersama-sama.
Dalam pembentukan kelembagaan ini sudah diberlakukan azas-azas demokrasi yaitu para anggota secara bebas memilih pengurus organisasi   dan menentukan masa berlakunya kepengurusan. Hal ini dapat mempengaruhi terhadap keberlangsungan kelembagaan usaha tersebut pada masa yang akan datang.


Kelembagaan Pembiayaan Usaha
Tujuan pembentukan kelembagaan pembiayaan usaha sangatlah penting bagi kegiatan perikanan budidaya perikanan. Menurut hasil wawancara di desa ini belum didapatkannya kelembagaan khusus untuk pembiayaan/permodalan usaha untk keperluan pembudidaya didesa terkait dengan kegiatan budidaya ikan Lele. Terkait pada masalah permodalan yang berasal dari sumbangsih anggota kelompok dan bantuan  dana bergulir dari pemerintah untuk memberikan pinjaman, dana digulirkan dan dikembalikan secar bertahap.
Karena belum didapatkan lembaga khusus yang menangani masalah permodalan/ pembiayaan usaha budidaya, maka petani  budidaya ikan tidak mengetahui prosedur atau cara untuk menjadi anggota kelembagaan pembiayaan usaha jika kelembagaan tersebut dibentuk.

Kelembagaan Penyediaan Input Usaha
 Kelembagaan penyediaan input usaha juga diperlukan oleh pembudidaya di Desa Kuta Baru, meskipun lembaga ini belum pernah ada dan petani budidaya juga belum pernah mendapatkan layanan penyediaan input usaha mereka.Kelembagaan penyediaan input diharapkan sangan membantu petani budidaya ikan Lele, karena selama ini pedagang pakan tidak membeli hasil produksi ikan lele dan fungsinya hanya sebagai penyediaan pakan. Para petani budidaya merasakan tidak mendapat keuntungan dari kegiatan pedagang pakan tersebut, karena mereka harus membayar dengan kontan kepada pedagang tersebut untuk mendapatkan pakan. Dengan demikian, petani budidaya merasa dirugikan, karena pedagang pakan tidak dapat memberikan pinjaman pakan.

Kelembagaan Pemasaran
Sampai saat ini belum ada kelembagaan khusus Pemasaran hasil budidaya di Desa Kuta Baru. Para petani langsung memasarkan hasil panen mereka ke pedagang perantara dan konsumen yang ada di kab. Serdang Bedagei, Perbaungan, Medan, Aceh dan sampai ke provinsi Riau. Sehubungan  tidak adanya lembaga pemasaran maka petani budidaya tidak pernah merasakan manfaatnya, dan pemasaran dilakukan oleh sesama anggota kelompok.

Kesimpulan Dan Saran
Berdasarkan hasil survei saat pratikum lapangan diketahui bahwa belum banyak peran kelembagaan usaha dalam kaitannya dengan pendapatan usaha pembudidaya ikan Lele. Hal ini tergambar dari kondisi lapangan bahwa kelembagaan pelaku usaha sudah ada, tp belum banyak berfungsi. Dalam hal ini , termasuk kelembagaan pembiayaan usaha juga belum berperan dalam mendukung jalannya kegiatan budidaya responden terkait dengan penyediaan input usaha, saat ini hanya disediakan oleh para pedagang, serta belum terbentuknya kelembagaan pemasaran.
Penguatan kelembagaan merupakan hal yang sangat penting dalam rangka mewujudkan kelembagaan yang tangguh, dinamis dan mandiri. Keberadaan kelembagaan yang ada pada masyarakat diharapkan akan merangsang peningkatan pendapatan masyarakat sektor perikanan dan kelautan.
               

LAPORAN PRATIKUM LAPANGAN :: MANAJEMEN INDUSTRI PERIKANAN (STUDI KASUS: PELABUHAN SAMUDRA BELAWAN PROVINSI SUMATERA UTARA)

2 komentar
1.1 Latar Belakang
Indonesia merupakan salah satu penghasil ikan yang cukup besar karena memiliki wilayah kelautan yang sangat luas, salah satu potensi perikanan laut tersebut adalah ikan teri. Pada priode 2005-2009 perkembangan produksi ikan teri di perairan Indonesia meningkat yaitu dari 1009,6867 ton pada tahun 2005 menjadi 1184,6378 ton pada tahun 2009. (Anonimous, 2009).

Potensi sumber daya ikan laut Indonesia di perkirakan mencapai 6.7 juta ton per tahun (BBPMHP, 1996). Salah satu potensi perikanan laut tersebut adalah ikan teri. Ikan teri menempati posisi penting diantara 55 spesies ikan yang memiliki nilai ekonomis setelah ikan layang, kembung, lemuru, tembang dan tongkol. Data dirjen perikanan menunjukkan adanya kenaikan produksi ikan teri sebesar 11.73% selama tahun 1990-1993 (Direktorat Jendral Perikanan, 1995).

Ikan teri merupakan jenis ikan kecil yang memiliki nilai ekonomi tinggi, seperti jenis ikan laut lainnya, ikan teri juga memiliki kandungan protein tinggi. Lubis (1987). mengatakan ikan teri sebagai bahan pangan mempunyai nilai gizi yang tinggi dengan kandungan mineral, vitamin, lemak tak jenuh dan protein yang tersusun dalam asam-asam amino esensial yang di butuhkan untuk pertumbuhan tubuh kecerdasan manusia.
Ikan teri termasuk jenis ikan yang rentan terhadap kerusakan (pembusukan), apabila dibiarkan cukup lama akan mengalami perubahan akibat pengaruh fisik, kimia dan mikrobiologi. Maka Perlu adanya tindakan lanjutan pengolahan dangan cara pengawetan. Salah satu proses pengawetan terhadap ikan teri ini adalah melalui pengasinan.

Dengan demikian, peluang Indonesia untuk meningkatkan ekspor ke pasar internasional masih terbuka luas dalam hal pemanfaatan sumberdaya perikanan khususnya ikan teri tak terkecuali kabupaten Sumenep. Tetapi untuk mengembangkan usaha di sektor perikanan masih banyak kendala yang harus dihadapi misalnya tentang mutu dan keamanan pangan (Wahono, 2006).

Pelabuhan Samudra Belawan adalah pelabuhan yang terletak di kota Medan, Sumatera Utara, Indonesia dan merupakan pelabuhan terpenting di pulau Sumatera.Pelabuhan Samudra Belawan adalah sebuah pelabuhan dengan tingkat kelas utama yang bernaung di bawah PT. Pelabuhan Samudra Belawan. Koordinat geografisnya adalah 03°47′ LU 98°42′ BT (03º 47’ 00” LU dan 98” 42” BT).

Belawan, Kampung Kurnia Kelurahan Belawan Bahari sumber produksi ikan asin terbesar asal Kota Belawan serta Kampung Nelayan Indah, kini kurang bergairah akibat musim hujan berkepanjangan hingga berdampak negatif akan kenaikan harga ikan asin di sejumlah pasar tradisional dari biasanya Rp20 ribu/Kg kini melonjak seharga Rp35 ribu/Kgnya untuk jenis ikan asin belah tipis serta ikan asin gulama, gembung, tongkol serta ikan asin pari.


1.2 Tujuan dan Manfaat



Praktikum industry perikanan untuk mendapatkan data mengenai pengolahan dan pengiriman barang yang ada di Belawan , Sumatera Utara. Mengetahui kendala- kendala industry ikan asin(teri belang) yana ada di dermaga Belawan. Mengetahui alat tangkap apa saja yang digunakan untuk menangkap ikan teri yang diolah menjadi ikan asin.
Manfaat yang diperoleh adalah untuk mengetahui pengolahan ikan asin setengah jadi sampai jadi, sehingga kita dapat mengetahui seberapa jauh kualitas dari produk yang dihasilkan. Dan bagaimana cara yang dilakukan dalam pengolahan ikan asin.


II. TINJAUAN PUSTAKA


Ikan teri merupakan jenis ikan kecil yang memiliki nilai ekonomi tinggi, seperti jenis ikan laut lainnya. ikan teri juga memiliki kandungan protein tinggi. Lubis (1987) mengatakan ikan sebagai bahan pangan mempunyai nilai gizi yang tinggi dengan kandungan mineral, vitamin, lemak tak jenuh dan protein yang tersusun dalam asam-asam amino esensial yang dibutuhkan untuk petumbuhan dan kecerdasan manusia.

Ikan teri dari Indonesia telah banyak diekspor ke beberapa negara seperti Singapura, Malaysia, China, Jepang. Volume ekspor ikan teri Indonesia tiap tahun mengalami peningkatan, yaitu pada tahun 2001 mencapai 1.980 ton dengan nilai 7.930.000 US$, meningkat menjadi 1.999 ton pada tahun 2002 dengan nilai 11.890.000 US$. Pada tahun 2005, volume ekspor ikan teri meningkat tajam menjadi 2.443 ton dengan nilai 16.287.284 US$ dan tahun 2006 meningkat sebesar 5% menjadi 2.579 ton dengan nilai 16.437.255 US$. Untuk konsumsi dalam negeri, ikan teri banyak dipasarkan kehampir seluruh kota di Indonesia (Koral AUP, 2008).

Daerah penyebaran ikan teri di Indonesia antara 950BT – 1400BT dan 100LU – 100LS, dengan kata lain mencakup hampir seluruh wilayah Indonesia. Teri sumber kalsium, salah satu keistimewaan ikan teri dibandingkan dengan ikan lainnya adalah bentuknya yang kecil sehingga mudah dan praktis dikonsumsi oleh semua umur. Ikan teri merupakan salah satu sumber kalsium terbaik untuk mencegah pengeroposan tulang. Ikan teri merupakan sumber kalsium yang tahan dan tidak mudah larut dalam air. Kandungan gizi ikan teri segar meliputi energi 77 kkal, protein 16 gr, lemak 1.0 gr, kalsium 500 mg, phosfor 500 mg, besi 1.0 mg, Vit A RE 47, dan Vit B 0.1 mg (Koral AUP, 2008).

Berdasarkan Nutry Survey Indonesia, kandungan kalsium ikan teri lebih tinggi dari pada susu. Kandungan lain yang menonjol dari ikan teri adalah kandungan energinya, yaitu protein 74 % dan lemak 26 %.Dalam perindustrian perikanan, penanganan (handling) ikan segar bertujuan untuk mempertahankan kesegaran ikan dalam waktu selama mungkin. Hal ini karena kesempurnaan dari penaganan ikan tersebut menentukan baik atau buruknya mutu ikan (Moeljanto, 1992).

Sedangkan Menurut Hasan (1995) pengolahan dan pengawetan hasil perikanan ditujukan :
1.Untuk menyelamatkan hail tangkapan yang melimpah pada musim ikan.
2.Menghasilkan diversifikasi produk perikanan yang mempunyai flavour yang spesifik.
3.Mengupayakan agar ikan dapat dipasarkan ke daerah-daerah yang jauh dari sentral produksi.

Pada Prinsipnya ada 2 cara pengolahan dan pengawetan yaitu secara tradisional dan cara modern. Menurut Ilyas (1979), cara tradisional adalah dengan menggunakan alat-alat yang sederhana seperti penggaraman (pengasinan), pengeringan, pengasapan, pemindangan dan fermentasi. Sedangkan cara modern adalah menggunakan teknologi maju seperti pendinginan, pembekuan dan pengalengan. Pengolahan tradisional memegang peranan penting dalam diposisi hasil perikanan Indonesia. Hampir 50% hasil tangkapan diolah secara tradisional.

Untuk cara pengolahan tradisional misalnya dengan melakukan penggaraman terhadap ikan. Penggaraman diartikan sebagai kombinasi proses kimia dan fisika yaitu dengan penetrasi garam pada ikan dan menarik air keluar jaringan tubuh ikan, sedangkan produk yang dihasilkan akan mengalami perubahan berat (Zaitsev et. al., dalam Karyana ,T., 1999). Sedangkan pengolahan modern dapat dilakukan dengan pendinginan. Pendinginan dilakukan untuk menghambat kegiatan autolisis, mikrobiologi dan biokimia, sehingga masa simpan ikan dapat diperpanjang (Moeljanto, 1992). 

Menurut Irawan (1995) proses pengolahan ikan teri pada prinsipnya menggunakan metode penggaraman dan pengeringan. penggaraman dapat dilakukan melalui tiga cara :
1.Penggaraman kering (dry saltring), yakni proses penggaraman dengan menggunakan larutan garam berbetuk kristal.
2.Penggaraman basah dengan menggunakan larutan garam sebagai media untuk merendam ikan.
3.Penggaraman Kombinasi dengan memadukan penggaraman kering dan penggaraman basah.

Sebagai bahan pengawet, garam bekerja mengendalikan mikro organisme dalam bahan pangan dengan cara menghambat pertumbuhan bakteri atau mikroorganisma dalam bahan pangan (Hadiwiyoto, 1993)
Pengeringan adalah suatu metode untuk mengeluarkan atau menghilangkan sebagaian air dari suatu bahan pangan dengan cara menguapkan air tersebut (Winarno, 1989). faktor-faktor yang mempengaruhi kecepatan pengeringan ikan adalah udara, suhu udara, kecepatan udara yang mengalir disekitar tubuh ikan serta keadaan fisik dan kimia ikan (Hadiwiyoto, 1993).
Menurut Departemen Pertanian (2000) mesin dan peralatan yang diperlukan dalam pembuatan ikan teri antara lain :
1.Wadah, yaitu tong plastik dan keranjang plastik untuk bahan baku
2.Perebus, yaitu kompor, dandang dan keranjang sarangan perebus dari bahan plastik
3.Ayakan, berdiameter cukup besar untuk menyebarkan hasil rebusan
4.Pengering, yaitu penjemur yang terbuat dari kayu dan waring.


Saluran pemasaran adalah serangkaian organisasi yang saling tergantung yang terlibat dalam proses untuk menjadikan produk atau jasa siap digunakan atau dikonsumsi. Sebagian besar produsen tidak menjual barang mereka kepada konsumen akhir. Diantara produsen dan konsumen akhir terdapat saluran pemasaran, Yaitu sekumpulan perantara pemasaran yang melakukan berbagai fungsi dan menyandang berbagai nama.

Secara empiris hampir semua pembudidaya ikan adalah sebagai penerima harga dalam pasar input maupun output karena jarang dijumpai sekumpulan pembudidaya ikan mampu mengorganisasi kelompoknya sehingga mempunyai posisi tawar yang kuat di pasar. Dengan latar belakang seperti itu, dalam praktek sehari-hari orientasi para pembudidaya ikan dalam suatu komunitas dan ekosistem yang relative homogen cenderung mengejar efisiensi teknis yang dalam keidupan sehari-hari diterjemahkan sebagai upaya memaksimalkan produktivitas ( Tajerin dan Muhamad Noor, 2005).

Menurut sudiono (2001) marjin pemasaran di artikan sebagai analisis perbedaan harga di tinkat produsen (harga beli) dengan harga di tingkat konsumen akhir (harga jual). Marjin pemasaran di hitung berdasarkan pengurangan harga penjualan dengan harga pembelian dengan setiap tingkat lembaga pemasaran yang terlibat dalam pemasaran. Besarnya marjin pemasaran pada dasarnya merupakan penjumlahan dari biaya-biaya pemasaran dan keuntungan yang di terima dalam lembaga pemasaran. Secara matematis hubungan antara marjin pemasaran, biaya pemasaran dan keuntungan lembaga pemasaran.

Pemasaran (marketing) menurut Manulang (1980) adalah segala aktivitas yang dikerjakan orang-orang atau bagian untuk memindahkan barang dan jasa dari tangan produsen ke tangan konsumen. Sedangkan menurut Gand dan Alfonsus (1992) menyatakan bahwa pemasaran dapat dikatakan sebagai kajian terhadap aliran produk secara fisik dan ekonomik dari produsen melalui pedagang perantara ke konsumen, pemasaran melibatkan banyak kegiatan yang berbeda yang menambah nilai produk pada saat produk bergerak melalui sistem pemasaran tersebut.

Pemasaran ikan merupakan suatu rantai yang panjang karena berfungsinya lembaga pemasaran pasar-pasar yang bersifat monopoli, biaya tata niaga yang tinggi, sarana dan prasarana serta informasi yang kurang baik mengakibatkan harga yang diterima konsumen sangat tinggi (Hermanto, 1979).

Faktor-faktor yang mempengaruhi pemasaran antara lain : mutu, produk, jumlah produk, jauh dekatnya sumber produk dengan konsumen, sarana angkut dari produsen dan jumlah konsumen dari produk.p Sementara itu pedagang yang membeli barang dari pihak produsen (dalam partai besar) disebut sebagai pedagang besar (grosir atau wholeseller) yang kemudian menjual kembali barangnya (partai kecil) kepada pedagang eceran yang kemudian berhadapan langsung dengan konsumen (Hidayat, 1987).



III.METODOLOGI PENELITIAN


3.1. Waktu dan Tempat

Penelitian ini akan dilaksanakan pada tanggal 4 Mei 2012, yang bertempat di Pelabuhan Samudra Belawan Provinsi Sumatera Utara. Pemilihan daerah penelitian ini dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa Pelabuhan Samudra Belawan mempunyai potensi di bidang pengolahan ikan yaitu pembuatan ikan teri.


3.2 Metode Pratikum

Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode survei. Metode ini dilakukan karena pengambilan data atau informasi langsung ke lapangan dengan cara pengamatan langsung dan wawancara dengan responden yang berpedoman pada kuisioner. Menurut Nazir (2003) metode survei adalah penyelidikan yang di adakan untuk memperoleh fakta-fakta dari gejala-gejala yang ada dalam mencari keterangan-keterangan secara faktual, baik tentang institusi sosial, ekonomi dan politik dari suatu kelompok ataupun daerah.

3.3 Metode Pengumpulan Data

Merupakan suatu tahapan yang berhubungan dengan data dan informasi tentang industri. Data dan informasi yang diperoleh akan membantu menjawab tujuan yang telah ditetapkan pada awal pelaksanan kegiatan Pratikum Lapangan Metode pengumpulan data yang dipergunakan dalam kegiatan ini adalah data primer dan data sekunder.

Data primer yang dikumpulkan dalam praktek kerja lapang ini meliputi: proses produksi, sumber daya manusia (SDM) (organisasi tenaga kerja, upah tenaga kerja, dan jaminan perusahaan tehadap karyawan) dan lain – lain. Pengumpulan data sekunder dilakukan dengan studi literatur baik pustaka tulis maupun elektronik(internet). Literatur yang digunakan haruslah berisi informasi tentang hal-hal yang berkaitan dengan topik praktikum lapangan.


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Penangkapan

Produksi tangkapan ikan teri tidak dapat diprediksikan layaknya jenis ikan yang dibudidayakan. Hasil tangkapan ikan teri sangat tergantung pada kondisi iklim dan cuaca. Umumnya, pada waktu musim panas (kemarau), yakni antara bulan April hingga akhir Oktober, jumlah tangkapan ikan teri menurun. Demikian pula pada saat musim hujan yang disertai dengan angin kencang. Umumnya tangkapan ikan meningkat pada bulan November hingga akhir Maret setiap tahun.
Operasi penangkapan dilakukan selama sehari,berangkat pukul 17.00 WIB sampai pukul 06.00 WIB dan 1 kali trip penangkapan hari sebanyak 50 Kg. Penangkapan lebih banyak dilakukan dengan pukat. Pukat tersebut terdiri dari 1 pukat apung dan 2. pursein.

4.2 Pembiayaan

Secara umum, pola pembiayaan usaha pengasinan ikan teri dapat berasal dari pengusaha sendiri maupun dari bank dengan proporsi yang sangat beragam antar pengusaha. Sumber dana lain berasal dari lembaga Pemerintahan seperti Kementrian Negara Urusan Koperasi dan Usaha Kecil Menengah yang disalurkan melalui bank. Pembiayaan usaha PT. Pelabuhan Samudra Belawan adalah modal pribadi pemilik usaha.

4.3 Bahan Baku

Bahan baku adalah sangat penting dalam sebuah proses produksi. Bahan baku yang digunakan PT. Pelabuhan Samudra Belawan adalah ikan teri dencis atau ikan selayang. Bahan baku yang digunakan didapatkan langsung dari penangkapan di laut. adapun bahan baku penunjang lainnya adalah:
• Air
Dalam pengolahan ikan teri, air merupakan bahan yang digunakan dalam setiap tahapan proses produksi. Air yang digunakan dalam pengolahan ikan teri kering ini harus sesuai standart kualitas air minum yang higiene, tidak berbau, tidak berwarna, tidak berasa, dan bebas dari bahan pencemar (bahan kimia atau bahan berbahaya). Pada PT. Pelabuhan Samudra Belawan menggunakan air sumur yang sudah sesuai standart dengan ciri – ciri : Berwarna jernih, tidak berasa dan bebas dari bahan pencemar (logam berat dan mikroba patogen). Dalam Pengolahan ikan teri , air digunakan terutama pada proses pencucian dan perebusan ikan teri, air juga digunakan pada saat pembersihan peralatan yang digunakan selama proses produksi ikan teri.
• Garam
Dalam pengolahan ikan teri, garam digunakan untuk menurunkan kadar air dalam ikan sehingga dapat menghambat pertumbuhan bakteri pembusuk. Sebagai bahan pengawet, kemurnian garam sangat mempengaruhi mutu ikan yang akan diasinkan. Bila digunakan garam (NaCl) murni, ikan akan berwarna putih kekuningan dan lunak. Garam yang digunakan harus bermutu baik yang ditandai dengan warna garam putih dan bersih, garam ini sebaiknya terhindar dari zat-zat lain yang tercampur, kotoran-kotoran dan benda asing lainnya.

4.4 Sarana Produksi

Sarana produksi yang digunakan di PT. Pelabuhan Samudra Belawan ini adalah sebagai berikut :

Timbangan

Timbangan adalah sebuah alat yang digunakan untuk menimbang ikan teri. Di PT. Pelabuhan Samudra Belawan terdapat dua macam alat timbang yang digunakan yaitu timbangan duduk dan timbangan gantung. Timbangan gantung memiliki kapasitas 50 Kg, timbangan gantung digunakan untuk menimbang (mengukur) berat ikan teri basah. Sedangkan timbangan duduk digunakan untuk mengukur berat produk kering (ikan teri kering) hasil sortasi, hasil sizing dan produk akhir.

Keranjang

Keranjang adalah keranjang yag berlubang – lubang kecil yang terbuat dari plastik yang digunakan sebagai tempat bahan baku. PT. Pelabuhan Samudra Belawan menggunakan dua macam keranjang yaitu Keranjang besar dangan kapasitas 10-15 Kg yang digunakan sebagai tempat ikan saat penimbangan bahan baku, dan sekaligus penyimpanan bahan baku. Dan keranjang besar

Bak Pencucian

Bak pencucian adalah bak yang terbuat dari plastik berbentuk drum besar, masing – masing bak terdapat 3 lubang tempat penampungan air yang dilengkapi dengan saluran pemasukan dan pengeluaran air. Bak pencucian digunakan sebagai tempat mencuci bahan baku (ikan teri) yang terdiri dari 2 buah bak pencucian.

Sarana Transportasi

Sarana transportasi yang digunakan adalah Kapal yang digunakan untuk penagkapan, mobil pick up (bak terbuka), boks, dan truck. Mobil pick up digunakan untuk mengangkut bahan baku dari daerah pengadaan ke unit pengolahan dengan kapasitas 10 blong. Mobil truck digunakan untuk mengangkut produk yang dijual untuk lokal, mobil boks digunakan untuk mengangkut ikan teri kering (BLS) dan produk akhir (ekspor).
Selain sarana transportasi PT. Pelabuhan Samudra Belawan juga menggunakan sarana penunjang lainnya seperti kereta dorong, tempat penyimpanan es dan garam, dan peralatan lain, pompa eir, bak penampung air serta sarana komunikasi.

4.5 Proses Produksi

Secara garis besar proses produksi yang berlangsung di PT. Pelabuhan Samudra Belawan adalah, penerimaan bahan baku, pencucian, perebusan, pengeringan, sortasi, pembagian ukuran, penimbangan, pengepakan, penyimpanan.

Pencucian

Proses pencucian ditujukan untuk membersihkan sisa-sisa kotoran yang masih ada. pencucian bertujuan untuk menghilangkan kotoran, sisik, lendir dan lapisan dinding yang berwarna. Ikan teri dicuci dengan mengalirnya air bersih yang layak untuk di minum.
Air yang digunakan untuk pencucian atau kontak langsung dengan produk harus memenuhi persyaratan air minum atau air laut bersih. Menurut Pitojos dan Eling (2003), bahwa dalam peraturan Menkes RI Nomor 416/Menkes/Per/IX/1990 menyebutkan air bersih adalah air yang digunakan untuk keperluan sehari-hari yang kualitasnya memenuhi syarat kesehatan dan dapat diminum setelah dimasak.

Perebusan

Proses perebusan bertujuan untuk mengurangi jumlah mikroba dalam ikan, menghentikan proses autolisis protein ikan dan memperbaiki tekstur dan rasa produk. Ikan teri dimasak dalam bak perebusan yang telah berisi air mendidih. Agar mendapatkan rasa dan daya simpan lama maka pada perebusan ditambahi kadar garam 5% dengan lama perebusan 5 menit pada suhu 100ºC. Penambahan garam selain digunakan untuk mengawetkan juga dapat menambah berat dari ikan tersebut setelah dikeringkan. Ikan teri dimasak hingga mengapung sebagai tanda bahwa ikan telah masak. Bahan bakar yang digunakan dalam perebusan adalah gas. Perebusan ikan teri kering dengan menggunakan alat yang bernama boiler mempunyai bentuk melingkar. Selanjutnya ikan teri ditiriskan dan diangkut ke darat.

Pengeringan ( Drying )

Tujuan pengeringan adalah mengurangi kadar air dalam daging ikan sampai batas tertentu, agar menghambat perkembangan mikroorganisme dan juga perubahan-perubahan yang merugikan dalam daging ikan akibat enzim-enzim. Setelah melalui pengeringan, ikan dapat disimpan lebih lama. Pengeringan/penjemuran ikan teri asin yang dijual di pasar dalam negeri dan pasar luar negeri memiliki perbedaan. Ikan teri asin yang direncanakan dijual di dalam negeri harus dikeringkan sampai benarbenar kering dan harus dijemur di sinar matahari. Setelah ikan teri direbus, diletakkan di atas pepean, dan dijemur di bawah sinar matahari. Selama penjemuran, ikan senantiasa dibalik-balik secara berkala agar pengeringan merata pada seluruh permukaan ikan. Durasi penjemuran ikan teri ini tergantung dari kondisi cuaca. Jika sinar matahari tinggi, ikan teri selesai dijemur dalam waktu kurang dari setengah hari. Namun jika panas matahari tidak begitu tinggi, ikan teri, terutama ikan teri jenis besar perlu dijemur sampai 2 hari.
Masalahnya matahari tidak selalu bersinar dengan cukup setiap harinya, terutama di musim hujan di mana awan mendung seringkali menutupi langit. Akibatnya, banyak ikan yang tidak terawetkan dengan baik, menurun kualitasnya, dan bahkan menjadi busuk.Untuk mengurangi kerugian, sementara pengolah mengambil jalan pintas menggunakan bahan-bahan kimia seperti pestisida dan formalin. Bahan-bahan yang berbahaya bagi kesehatan ini digunakan sebagai pengawet tambahan untuk mencegah pembusukan. Formalin juga mencegah. pengurangan bobot ikan yang berlebihan akibat menguapnya cairan tubuh ikan yang diasinkan. Alternatif bahan pengawet tambahan yang aman adalah khitosan. Akan tetapi bahan yang diekstrak dari cangkang udang dan kepiting ini belum populer dan belum diproduksi secara massal di Indonesia.

Penimbangan

Tahap selanjutnya yaitu menimbang ikan teri kering dengan cepat berdasarkan standar atau spesifikasi produk dari pembeli menggunakan timbangan. Tujuan dari proses penimbangan adalah untuk mendapatkan berat sesuai dengan spesifikasi yang ada.
Penyimpanan
Proses penyimpanan dilakukan dengan cara menyimpan bahan baku (ikan teri) kedalam keranjang bambu berbentu tabung yang sebulumnya sudah dibuat sekat-sekat dari koran. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam penyimpanan makanan yaitu suhu ketetapan ini digunakan untuk mengendalikan agar tidak terjadi perubahan kualitas dari ikan teri, apabila batas kritis ini tidak diterapkan akan dapat menyebabkan produk ikan teri mengalami pengeringan sehingga ikan teri tampak keriput.

Pemuatan

Proses pemuatan merupakan proses akhir di PT. Pelabuhan Samudra Belawan dimana ikan yang telah di kemas di kelurkan dari tempat penyimpanan untuk di masukkan ke truck, pada proses ini semua produk di tumpuk dahulu sesuai dengan labelnya dan ukurannya setelah semuanya sudah cukup untuk kapasitas truck maka produk di masukkan ke dalam truck sesuai dengan ukuran dan labelnya.

4.6 Pemasaran Ikan teri Kering

Dalam setiap usaha jalur distribusi produk memiliki peran penting, dengan demikian tata niaga dan efektifitas sistem pemasaran berperan penting dalam menentukan keberhasilan usaha. Tidak seperti beberapa produk pangan lain, tata niaga ikan teri di Indonesia tidak diatur oleh pemerintah. Pemasaran dan perdagangan ikan teri selama ini berjalan sesuai dengan mekanisme pasar. Kekuatan permintaan dan penawaran yang menentukan harga output, sementara harga input pengasinan ikan teri dipengaruhi oleh ketersediaan dan hasil tangkapan. Berdasarkan informasi yang diperoleh pada saat survey, pengusaha pengasinan ikan teri memasarkan produknya dengan beberapa cara, yakni:
a. Memasarkan ikan teri secara langsung, baik untuk pasar dalam negeri maupun untuk pasar luar negeri, dalam hal ini pengusaha tersebut sekaligus menjadi eksportir. (Pola I)
b. Memasarkan ikan teri secara langsung ke pedagang besar kemudian pedagang besar ini yang memasarkan ikan teri tersebut ke tingkat pedagang kecil hingga sampai pada konsumen akhir. Dalam sistem pemasaran seperti ini, pengusaha juga mengekspor produknya ke luar negeri meskipun tidak secara langsung mengekspor, namun melalui eksportir yang ada di dalam negeri. (Pola II)
Dalam memasarkan produk melalui distributor, PT. Pelabuhan Samudra Belawan langsung menjual hasil produksi ditempat pelelangan dengan menggunakan pola II, pola ini di anggap efisien oleh pihak pabrik. Menurut Hanafiah dan Saefuddin (1987) Pemasaran yang efisien apabila penjualan produk dapat mendatangkan keuntungan yan tinggi bagi produsen. Yang dimaksud efisien oleh dalam penelitian ini adalah perbandingan dari nilai marketing margin untuk setiap daerah asal produksi . Semakin kecil nilai marketing margin, maka pemasaran ikan dari daerah tersebut akan lebih efisien. Sedangkan Harga jual yang diberikan dalam penjualan langsung sama dengan harga jual yang diberikan kepada distributor. Harga jual produk yaitu Rp 10.000/kg nya.


V.KESIMPULAN DAN SARAN

5. 1 Kesimpulan

Dari hasil praktek dan data yang diperoleh dari PT Pelabuhan Belawan maka dapat disimpulkan bahwa operasi penangkapan dilakukan selama sehari dilakukan sehari.Alat tangkap yang digunakan adalah pukat.Secara garis besar proses produksi yang berlangsung di PT. Pelabuhan Samudra Belawan adalah, penerimaan bahan baku, pencucian, perebusan, pengeringan penimbangan, pengepakan, penyimpanan. Dan sarana produksinya masih tergolong sederhana, sedangkan pemasaran hanya baru dilakukan untuk di dalam negeri

5.2 Saran

Pengasinan ikan teri di Pelabuhan Samudra Belawan memang strategis. Sebaiknya pada saat penangkapan dilakukan secara bertahap, supaya ikan teri tetap ada stoknya di laut. Selain itu ketika pengolahannya sebaiknya alat-alat yang di gunakan dalam pengolahan harus dibersihkan terlebih dahulu.