Zona intertidal adalah
zona littoral yang secara reguler terkena pasang surut air laut, tingginya
adalah dari pasang tertinggi hingga pasang terendah. Didalam wilayah
intertidal terbentuk banyak tebing-tebing, cerukan, dan gua, yang merupakan
habitat yang sangat mengakomodasi organisme sedimenter. Morfologi di zona
intertidal ini mencakup tebing berbatu, pantai pasir, dan tanah basah /
wetlands.
Keragaman faktor
lingkungannya dapat dilihat dari perbedaan (gradient) dari faktor
lingkungan secara fisik mempengaruhi terbentuknya tipe atau karakteristik
komunitas biota serta habitatnya. Sejumlah besar gradien ekologi dapat terlihat
pada wilayah intertidal yang dapat berupa daerah pantai berpasir, berbatu
maupun estuari dengan substrat berlumpur. Perbedaan pada seluruh tipe pantai
ini dapat dipahami melalui parameter fisika dan biologi lingkungan yang
dipusatkan pada perubahan utamanya serta hubungan antara komponen biotik
(parameter fisika-kimia lingkungan) dan komponen abiotik (seluruh komponen
makhluk atau organisme) yang berasosiasi di dalamnya. Dari keregaman factor
tersebut maka dibutuhkan suatu adaptasi khusus yang harus dimiliki oleh biota
yang berada pada daerah intertidal untuk dapat terus bertahan dalam kondisi
lingkungan yang cukup ekstrim dimana beberapa parameter lingkungan seperti
suhu, salinitas, kadar oksigen, dan habitat dapat berubah secara signifikan.
Faktor
Penyebab Distribusi Zonasi Pada Daerah Intertidal ada berbagai faktor yang menyebabkan adanya
berbagai macam distribusi pada daerah intertidal. Pada dasarnya faktor tersebut
dibagi menjadi dua bagian besar yang saling terkait yaitu:
1. Faktor fisika. Faktor ini merupakan faktor
yang sangat berpengaruh pada ekosistem intertidal. Akibat adanya pasang surut
maka menyebabkan faktor pembatas pada daerah ini menjadi lebih ekstrim. Faktor
pembatas tersebut yaitu kekeringan, suhu, dan sinar matahari ketiga faktor
tersbeut saling terkait. Jika laut surut maka daerah intertidal terekspose oleh
sinar matahari, akibatnya suhu meningkat. Suhu yang meningkat menyebabkan
penguapan dan dampaknya daerah menjadi kering.
2.
Faktor biologis. Faktor ini sangat tergantung dari faktor fisik perairan.
Organisme berusaha untuk menyesuaikan diri pada keadaan yang sangat ekstrim
tersebut. Ada berbagai macam cara organisme menyesuaikan diri salah satunya
dengan mengubur diri atau memodifikasi bentuk cangkang agar dapat hidup pada
derah yang kering.
Ekologi
Zona Intertidal
Daerah
pasang surut adalah sistem model penting untuk studi ekologi, khususnya di
pantai berbatu gelombang-menyapu. Wilayah ini berisi keanekaragaman spesies
yang tinggi, dan zonasi diciptakan oleh pasang surut menyebabkan spesies berkisar
untuk dimampatkan menjadi band yang sangat sempit. Hal ini membuat relatif
sederhana untuk mempelajari spesies di seluruh rentang lintas-pantai mereka,
sesuatu yang bisa sangat sulit, misalnya, habitat darat yang dapat meregang
ribuan kilometer. Masyarakat di pantai yang tersapu gelombang juga memiliki
perputaran yang tinggi akibat gangguan, sehingga mungkin untuk menonton suksesi
ekologi selama beberapa tahun daripada dekade.
Karena
tepi pantai ini bergantian tertutup oleh laut dan terkena udara, organisme
hidup di lingkungan ini harus memiliki adaptions baik untuk kondisi basah dan
kering. Bahaya termasuk menjadi hancur atau terbawa oleh gelombang kasar,
paparan suhu sangat tinggi, dan pengeringan. Khas penduduk pantai berbatu
pasang surut termasuk bulu babi, anemon laut, teritip, chitons, kepiting,
isopoda, kerang, bintang laut, dan moluska banyak gastropoda laut seperti
limpets, whelks, dan bahkan gurita.
Lautan
mengandung sumber – sumber mineral yang jumlahnya sangat berlimpah. Air laut
sendiri banyak mengandung zat – zat yang terlarut di dalamnya yang merupakan
sumber alam yang pertama kali dikelola oleh manusia. Beberapa metode telah
dikembangkan dalam mengelola lautan, sehingga pada waktu ini dapat dilakukan
pengekstrakan bermacam – macam zat kimia dari air laut. Sodium chlorida (NaCl)
adalah ekstarakan dari air laut yang paling besar, biasanya digunakan pada
perusahaan – perusahaan kimia dalam memproduksi klorida dan sodium hidroksida.
Magnesium dan bahan bromin adalah bahan lain yang terdapat dalam air laut yang
mempunyai nilai ekonomi penting (Hutabarat dan Evans, 1985).
Air laut
selalu dalam keadaan bergerak. Gerakan air laut disebabkan oleh beberapa
faktor, seperti angin yang menghembus di atas permukaan laut, pengadukan yang
terjadi karena perbedaan suhu air dari dua lapisan, perbedaan tinggi permukaan
laut, pasang surut dan lain – lain. Gerakan air laut ini sangat penting bagi
berbagai proses kehidupan di laut, baik itu biologi datau hayati maupun non
biologi atau nir hayati (Romimohtarto dan Juwana, 2001).
Faktor-faktor
lingkungan yang berpengaruh terhadap kehidupan nematoda interstitial sebagai
hewan bentos adalah :
1. Parameter Fisika
1.1 Suhu
Suhu di laut
adalah sala satu faktor yang amat penting bagi kehidupan organisme di lautan
karena suhu mempengaruhi baik aktivitas metabolisme maupun perkembangbiakan
dari organisme – organisme tersebut (Hutabarat dan Evans, 1985). Kecepatan dari
metabolisme pada kondisi poikilotermal sangat bergantung pada suhu. Menurut
Vinberg (1956) penggunaan oksigen oleh ikan merupakan indeks dari
metabolismenya dan telah ditemukan hubungan antara temperatur dan suhu pada
kurva normal oleh knogh (Alabaster, 1996).
1.2 Kecerahan
Kecerahan adalah sebagian cahaya yang diteruskan ke
dalam air dan dinyatakan dalam persen (%) dari beberapa panjang gelombang di
daerah spektrum yang terlihat cahaya yang melalui lapisan sekitar satu meter,
jatuh agak lurus pada permukaan air. Kemampuan cahaya matahari untuk menembus
sampai pada dasar perairan dipengaruhi oleh kekeruhan air, kekeruhan air
sendiri dipengaruhi oleh benda – benda halus yang disuspensikan, seperti lumpur
dan jasad renik serta warna air (Ghuffran, 2007).
Bagi hewan laut, cahaya mempunyai pengaruh terbesar
secara tidak langsung, yakni sebagai sumber energi untuk proses fotosintesis
tumbuh – tumbuhan yang menjadi tumpuan hidup mereka karena menjadi sumber
makanan. Cahaya juga merupakan faktor penting dalam hubungan dengan perpindahan
populasi hewan laut (Romimohtarto dan Juwana, 2001).
1.3 Pasang Surut
Pasang surut terjadi partama – tama karena gaya tarik
bulan. Bumi berputar bersama kolam air dipermukaannya dan menghasilkan dua kali
pasang surut dalam 24 jam di banyak tempat di bumi. Berbagai pola gerakan
pasang surut ini terjadi karen perbedaan bentuk dasar laut oleh karena banyak
hal lain lagi. Gaya tarik serupa terjadinya oleh matahari, namun masih tidak
sebanding dengan gaya tarik yang disebabkan oleh bulan (Romimohtarto dan
Juwana, 2001).
Pasang surut adalah naik atau turunnya posisi
permukaan perairan atau samudera yang disebabkan oleh pengaruh gaya gravitasi
bulan dan matahari (Anonymous, 2009)
1.4
Gelombang
Gelombang selalu menimbulkan sebuah ayunan air yang
bergerak tanpa henti – hentinya pada lapisan permukaan laut dan jarang dalam
keadaan sama sekali diam. Hembusan angin sepoi – sepoi pada cuaca yang terang
sekalipun sudah cukup untuk dapat menimbulkan riak gelombang. Sebaliknya dalam
keadaan dimana terjadi abdai yang besar dapat menimbulkan suatu gelombang besar
yang dapat mengakibatkan suatu kerusakan hebat pada kapal – kapal (daerah –
daerah pantai) (Hutabarat dan Evans, 1985).
Gelombang sebagian ditimbulkan oleh dorongan angin
permukaan laut dan sebagian lagi oleh tekanan tangensial pada partikel air.
Angin yang bertipu dipermukaan laut mula – mula menimbulkan riak gelombang.
Jika kemudian angin berhenti bertiup maka riak gelombang akan hilang dan
permukaan laut akan rata kembali (Romimohtarto dan Juwana, 2001).
2.3
Parameter Kimia
2.3.1 PH
PH (Pursance negatif de H) yaitu logaritma dari
kepekaan ion – ion Hidrogen yang terlepas dalam suatu cairan air murni (H2O)
berasosiasi sempurna sehingga memiliki ion H+ dan ion H-
dalam konsentrasi yang sama, dan dalam keadaan demikian PH air murni = 7.
semakin tinggi konsentrasi ion H+ akan semakin rendah konsentrasi
ion OH- dan pH <>2 biasanya mempunyai pH lebih rendah dari 7
dan bersifat asam (Ghuffran, 2007).
Perairan dengan pH <> 9,5 merupakan perairan
yang sangat basa dan dapat menyebabkan kematian dan mengurangi produktivitas
perairan. Perairan laut maupun pesisir memiliki pH relatif stabil antara 7,7 –
8,4. pH dipengaruhi oleh kapasitas buffer yaitu adanya garam – garam karbonat
dan bikarbonat yang dikandungnya (Boyd, 1982).
2.3.2
Salinitas
Salinitas adalah konsentrasi seluruh larutan garam
yang diperoleh di dalam air laut. Konsentrasi garam – garam jumlahnya relatif
sama dengan dalam setiap contoh air atau air laut. Salinitas air dipengaruhi
terhadap tekanan osmotik air. Semakin tinggi salinitas , akan semakin besar
pula tekanan osmotiknya sedangkan pada lingkungan akan seimbang (isoosmotik)
pada salinitas 28 ppt (Ghuffran, 2007).
Sifat osmotik dari air laut berasal dari seluruh
jumlah garam – garaman yang ada di laut. Cara yang paling mudah untuk mengukur
salinitas yaitu dengan menggunakan refraktometer berkalibrasi yang dibaca
sebagai salinitas atau hidrometer berkalibrasi yang dibaca standard dan
mengadakan koreksi untuk suhu air yang sebenarnya. Metode ini kurang teliti
daripada titrasi, tetapi memadai untuk banyak tujuan (Mc Connaughey dan
Zottoli, 1983).
2.3.3 DO
Oksigen terlarut merupakan suatu faktor yang sangat
penting di dalam ekosistem air, terutama sekali dibutuhkan untuk proses
respirasi bagi sebagian besar organisme air. Umumnya kelarutan oksigen dalam
air sangat terbatas dibandingkan dengan kadar oksigen di udara yang mempunyai
konsentrasi sebanyak 21 % Volum, air hanya mampu menyerap oksigen sebanyak 1 %
volume saja (Nybakken, 1988).
Konsentrasi oksigen terlarut yang aman bagi kehidupan
di perairan, sebaiknya harus di atas titik kritis dan tidak terdapat bahan lain
yang bersifat racun, konsentrasi oksigen minimum sebesar 2 mg/l cukup memadai
untuk menunjang secara normal komunitas akuatik di perairan (Pescod, 1973).
Faktor-faktor lain selainyang telah disebutkan di atas
yaitu : adanya substrat yang berbeda-beda yaitu, pasir, batu dan lumpur
menyebabakan perbedaan fauna dan struktur komunitas di daerah
intertidal.seperti pantai intertidal berbatu, pantai pasir juga disusun oleh
faktor-faktor fisik yang sama, tetapi kepentingan relatif dari faktir faktor
ini adalah dalam menyusun kominitas dan pengaruhnya terhadap substrat yang
berbeda. Mungkin faktor fisik yang paling penting yang mengatur kehidupan di
pantai pasir ini adalah gerakan ombak dan pengaruh yang menyertainya pada
ukuran partikel ( Nybkken, 1988 ).
Jenis-jenis
biota yang hidup di Zona Intertidal :
|
Pantai berbatu
|
Pantai berpasir
|
Pantai berlumpur
|
Upper zone
|
Alga
yang menjalar
Cyanobacteria
(bakteri hijau biru)
cacing
kecil,
periwinkles,
kepiting, rajungan
|
Scylla olivacea, Scylla serrata dan Scylla paramamosain dimana Scylla olivacea
|
nematoda
dan oligochaetes
|
Middle zone
|
Bernakel,
Kerang
terkadang
tiram, bintang laut, mussels, kepiting, bernacles, isopods, Mata Kebo (Turbo brunnes), Cephalopoda (cumi-cumi,
gurita dan notilus), Bivalvia (kijing, tiram dan kepah), Crustacea,
nekton
|
Scaphopoda (keong gading), Crustacea,
Cacing policaeta, bivalva, Donax sp. Mytilus edulis,
|
Harpacticoid
copepoda, mystacocarid, nematoda, oligochaetes dan turbelaria
|
lower zone
|
alga
merah, organisme penghasil kapur, kebanyakan berbentuk menjalar, terkadang
kelp yang lebat (alga coklat) tunicata (sea squirt), Chiton, lely laut,
Asterias asterina, sun star, Brittle star (Ophiura), bulu
babi(stongylocentrotus, nekton
|
ikan
badut, ikan lepu, ikan barakuda, ikan baronang, botana, Kepe strip delapan,
Kepe coklat,kepe monyong zebra, kambingan, Platak asli, Brown Kelly,
Brajanata, keling kalong, Kenari biasa, Kerapu layar, Dokter ular bibir
merah, Dokter neon, Zebra ekor hitam, Bluester Biasa, Betok , Enhalus
acoroides, Halophila ovalis, Halophila minor, Thalassia
hemprichii, Cymodocea serrulata, Syringodium isoetifolium.
|
40-70%,
nematoda dan crustacea,nekton
|
0 komentar:
Posting Komentar
jangan lupa komentar blog ana ya.. :)